Senin, 10 November 2014

Cerpen lucu



Si Tompel Naik Haji
       Azan subuh berkumandang, ayam tetangga ku berkokok. Saat itu pula aku terbangun. Bangun pagi sudah kebiasaan ku, karna setiap paginya aku mengantarkan anak-anak kampung tempat tinggalku ke sekolah yang lumayan jauh dari kampung. Uang yang ku dapat bisa untuk makan pagi keluarga ku. Aku bekerja di istana presiden, tidak hanya aku yang bangga terhadap diriku, bahkan orang kampungku juga bangga terhadap ku. Orang kampung beranggapan aku bekerja sebagai mentri, mentri tukang parker. “ujarku”. Setiap pulang bekerja, ada saja orang yang menertawakan ku, aku hanya bisa tersenyum, dan berpikiran positif, mungkin nasib mereka yang menertawakan tidak seberuntung nasib ku.”ucapku”. Peluit kecil yang tergantung di leherku, dan topi yang berlambangkan burung garuda yang dapat mempertemukan ku dengan presiden dan pejabat Negara lainnya.
       Aku yang hanya berijazah sekolah menengah pertama, harus berjuang untuk membiayai hidup keluarga ku sehari-hari. Usiaku yang masih 18 tahun sudah menjadi tulang punggung keluarga, orang tuaku yang terbaring ditempat tidur, karna penyakit stroke yang sudah bertahun-tahun dialaminya. Adikku sudah putus sekolah sejak duduk dibangku kelas empat sekolah dasar. Biaya sekolah dan berobat yang begitu banyak, membuat ku hanya bisa berdo’a dan berusaha. Adikku yang masih kecil, belum pantas rasanya untuk mencari uang, cukup aku saja yang mencari uang, adikku bisa menjaga orang tua yang lagi sakit. Sebagian orang banyak menghinaku, mungkin karna tompel besar yang melekat di pipi kanan ku, aku selalu beranggapan positif, terkadang dengan hinaan mereka aku hanya bisa tersenyum, candaan dan cemoohan mereka penyemangat untuk berjuang betapa kerasnya hidup ku ini. Ada pula orang yang peduli terhadap hidupku, dia adalah Monica, penyemangat hidup bagiku. Dia selalu mengantar makanan kerumah ku. Hanya dia yang mengerti kerasnya hidup ku ini. Ingin sekali aku membalas jasa monica, tetapi apa daya. Hidupku yang pas-pasan, hanya sececeran harapan lewat do’a yang bisa ku beri ke Monica. Gajiku yang setiap bulan, layak pejabat lainnya, susah bagiku, hanya uang hasil mengantarkan anak-anak ke sekolah yang membantu perut keluarga ku seharian. Terkadang kami tidak bisa tidur malamnya karna perut lapar, hembusan angin malam yang memaksa mata untuk tidur.
       Aku terus bekerja dan bekerja, tiada kata gengsi dalam hidup ini. Apapun mau aku lakukan asalkan menghasilkan uang yang halal. Dalam sujudku selalu berdo’a, suatu saat aku ingin membalas jasa kedua orang tuaku, aku yakin dengan peluit kecil dan topi yang kukenakan sehari-hari bisa mengantarkan aku dan orang tuaku bersujud didepan ka’bah.
       Tahun- demi tahun telah berganti, presiden telah habis masa jabatannya, berganti dengan presiden yang baru terpilih. Semua pejabat Negara berganti, hanya aku, satpam, dan tukang kebun istana Negara yang belum habis masa jabatannya.”candaku”. Suatu hhari terjadi kejadian yang tak pernah ku hingga, kebakaran yang melanda istana presiden membuat semua orang berhamburan keluar. Mobil pemadam kebakaran yang telah dihubungi belum kunjung datang. Aku melihat serumbuan orang berkumpul rame didepan pintu istana, lalu aku daatang kesana, ‘ada apa pak, disini berbahaya ?’ “tanyaku”, bapak presiden masih didalam”jawabnya”, bahaya pak, biar saya tolong (dengan bergegas tanpa mempedulikan api yang panas, aku langsung berlari dan menyelamatkan pak presiden). Dengan lindungan Allah aku diberi keselamatan, begitu juga dengan bapak presiden, tanpa satupun luka parah yang kami alami.
       Setelah kami berhasil keluar, sorakan dan tepuk tangan orang yang membuatku bak pahlawan, ratusan kamera mengejarku, aku merasa bahagia sekali, sebagian orang menyambutku bak pahlawan, dan sebagian lagi menyambutku bak artis mau nikah yang selalu diwawancarai sepanjang jalan. Dengan senang hati, bapak presiden memberiku hadiah, naik haji tiga paket yang kudapat, membuat air mata ini tidak berhentinya menangis, kening ini tidak lepas dari tanah sebagai tanda syukurku kepada Allah. “Ya Allah engkau memang maha adil, aku datang bersujud dirumah engkau Ya Allah”. “ujarku”. Dengan bangganya aku berlari pulang dan memberikan kabar gembira ini kepada orang tuaku, betapa bangganya orang tuaku. Terima kasih nak, Semoga Allah membalas jasamu, tidak sanggup ibu membalasnya nak, cukup Allah yang membalasnya. “ucap ibuku”. Tidak hanya aku dan orang tuaku bahagia, Monica sahabat dekatku juga bahagia, Monica menitipkan do’a kepadaku saat di Mekkah nanti, agar Monica bissa menyusul aku.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar